Kisah Ibu yang Menyesal Setelah Bayinya Meninggal Karena Memaksakan ASI Ekslusif
Ini adalah kisah tentang ibu yang menyesal karena mengikuti protokol dari rumah sakit anak tempat ia melahirkan.
"Landon akan berusia 5 tahun hari ini jika ia masih hidup. Kebanyakan anak akan mulai masuk taman kanak-kanak pada usia ini. Tapi tidak buah hatiku. Aku ingin berbagi cerita ini sejak lama tentang apa yang terjadi pada Landon, tapi aku selalu takut apa yang orang lain katakan dan bagaimana aku akan dihakimi. Tapi aku ingin orang tahu seberapa besar sakit dan penyesalan yang aku rasakan," kata Jillian seperti dimuat di The Fed.
Cerita berawal dari kelahiran Landon. Anak pertama pasangan Johnson tersebut lahir di rumah sakit yang menyebut instansinya sebagai ‘rumah sakit ramah anak’. Artinya, jika ibu tidak menderita penyakit berat seperti kanker, maka setiap bayi yang dilahirkan harus mendapatkan ASI ekslusif dari ibunya.
Sementara Jillian didiagnosa memiliki failed and delayed lactogenesis II, yakni memiliki faktor risiko untuk gagal atau produksi ASI yang tertunda sebagaimana diidentifikasi oleh konsultan IBCLC-laktasi. Penyebabnya beragam, mulai dari diabetes, PCOS, masalah dengan infertilitas, puting kecil dan tidak berkembang selama kehamilan, serta menjadi seorang ibu baru lewat operasi cesar darurat.
Meskipun begitu, dia didorong untuk menyusui secara eksklusif, sesuai dengan kebijakan rumah sakit untuk mendorong para ibu memberi ASI eksklusif. Jill dipantau dengan ketat oleh perawat, konsultan laktasi dan dukungan dokter. Pelekatan bayinya juga dinilai sangat baik.
Saat dilahirkan, berat Landon sekitar 3,7 kg dan dalam tiga hari, berat badannya menurun sekitar 9,7%.
“Setelah dilahirkan, Landon sempat dikirim ke Unit Ibu dan Bayi. Dia dikembalikan kepadaku 2,5 jam kemudian untuk disusui. Landon mendapatkan ASI eksklusif selama 15 - 40 menit setiap 1-2 jam,” jelas Jillian.
Sebagai ibu baru, Jillian selalu berusaha untuk mendengar apapun kata dokternya. Termasuk saat ia menyampaikan keluhan bahwa ia merasa ASI yang keluar dari payudaranya terlalu sedikit. Ia merasa kondisi inilah yang membuat anaknya tersebut terus menangis.
Namun dokter di rumah sakit terus memotivasi Jillian untuk menyusui anaknya apapun yang terjadi. Ia menyampaikan bahwa reaksi Landon yang menangis terus menerus, disebabkan karena beberapa bayi memang perlu beradaptasi lebih lama dibanding bayi lainya.
Saat Jillian berkonsultasi dengan ahli laktasi di rumah sakit soal Landon, ahli laktasi itu mengatakan bahwa ia telah memulai awalan yang baik dengan pelekatan yang sempurna. Sekalipun riwayat polycystic ovarian syndrome (PCOS) membuat hormonnya hanya memproduksi sedikit ASI.
Ahli laktasi menyarankan bahwa PCOS yang membuat produksi ASI-nya sedikit tersebut dapat diatasi dengan obat herbal saat mereka keluar dari rumah sakit nantinya.
"Pada 24 jam pertama, aku telah menyusui Landon selama 9,3 jam. Tidak ada popok basah karena kencing yang perlu diganti dan jumlah popok yang harus diganti karena kotor berjumlah 4 popok."
Ia melanjutkan, "Dalam 27 jam pertama, Landon telah kehilangan 4,76% berat badannya. Sesi menyusuinya juga menjadi lebih sering dan bertambah lama. Sampai-sampai ia berada di payudara terus-menerus pada hari kedua kehidupannya. Pada hari kedua, ia menghasilkan 3 popok basah."
Kendati sudah curiga bahwa ada yang aneh dengan bayinya, Jillian masih merasa tenang karena dokter terus mengontrol kesehatannya yang masih dalam masa pemulihan paska cesar dan kesehatan bayinya.
Ia diyakinkan oleh dokter bahwa ilmu pengetahuan menyatakan adanya korelasi, antara banyaknya popok basah anak dan penyerapan nutrisi itu tidak berlaku dalam 4 hari pertama kehidupan bayi. Tak perlu mengkhawatirkan kondisi anaknya karena dokter bilang kuncinya hanya satu, “Susui terus anakmu dengan ASI.”
Atas izin dokter, setelah 3 hari berada di rumah sakit Jarrod dan Jillian memutuskan untuk membawa pulang anak mereka.
Ketika di rumah, Landon terus menerus menyusu sampai akhirnya ia menjadi tidak responsif dan seperti tertidur kelelahan akibat kesulitan menyusu. Tubuhnya mulai membiru dan denyut nadinya hilang.
Jarrod melakukan pertolongan pertama dengan CPR dan Jillian mulai sibuk menelepon nomor darurat agar ambulan segera sampai ke rumahnya.
Pada saat mereka tiba di UGD, Landon ditemukan memiliki pulseless electrical activity (denyut jantung tanpa tekanan darah). Ia lalu diintubasi dan menerima beberapa putaran epinefrin. Ia mengalami hipotermia dengan suhu 93,1 F. Setelah 30 menit dilakukan CPR, tidak ada aktivitas jantung ditemukan pada USG.
Dengan persetujuan orang tua, CPR dihentikan dan Landon tetap di ventilator sambil terus menerima saline IV. 20 menit kemudian, dengan cairan IV, ia kembali mendapatkan denyut nadi. Landon dinyatakan koma dan dipindahkan ke NICU tingkat II untuk mendapatkan perawatan untuk bayi yang mengalami cedera otak.
Menurut dokter, Landon didiagnosis dengan dehidrasi hipernatremia dan serangan jantung dari shock hipovolemik.
Landon melalui scan MRI otak di rumah sakit, dan dikonfirmasi mengalami cedera otak konsisten dengan hypoxic-ischemic encephalopathy atau cedera otak akibat kekurangan oksigen karena tekanan darah rendah dari dehidrasi dan serangan jantung.
Dia juga didiagnosis dengan aktivitas kejang difus pada EEG, konsekuensinya cedera otak meluas dan parah. Melihat prognosis buruk tersebut dan tak mungkin diselamatkan, Landon akhirnya dilepas dari alat pendukung kehidupan 15 hari kemudian.
“Apa maksudnya dehidrasi? Anakku terus menerus berada di payudaraku untuk disusui,” tanya Jill saat berada di ruang UGD.
Saat itu, dokter di NICU mengatakan sebuah saran yang dengan penuh penyesalan, tak pernah diberikan oleh dokternya dulu, “Tentu saja ASI adalah makanan terbaik untuk anak saat ia lahir. Tapi berikan susu di botol jika produksi ASI ibu tidak cukup, agar anak tidak kelaparan,.”
Jillian menyesal tidak tahu pengetahuan ini sebelumnya. Ia berandai-andai, jika saja ia memberikan satu botol susu saja, barangkali Landon masih hidup dan kini tumbuh jadi anak 5 tahun yang sehat.
Dengan pengalamannya tersebut, Jillian menghimbau para ibu untuk tidak ngotot dengan idealisme ASI di saat payudaranya tak cukup membuat bayinya kenyang. Karena di saat-saat tertentu, memberikan susu tambahan bisa jadi jalan terbaik untuk menyelamatkan nyawa bayi.
Sejauh ini, literatur sains juga menunjukkan bahwa bayi yang kehilangan lebih dari 7% berat badan yang ia miliki saat lahir, mempunyai risiko tinggi mengalami penyakit kuning yang parah dan hipernatremia (kondisi natrium di dalam darah terlalu tinggi karena tubuh kekurangan cairan).
“Tahukah Anda bahwa tak seharusnya bayi terus menerus menangis? Tahukah Anda bahwa mestinya bayi buang air kecil sesering ia menyusui? Tahukah Anda bahwa menaruh bayi di payudara bukan berarti bahwa ASI akan keluar sebanyak yang diharapkan? Tahukah Anda berapa batasan berat badan yang harusnya bayi alami dan berapa banyak jumlah cairan yang harusnya keluar dari tubuh bayi?” tulis Jullian.
The Fed juga menyarankan para ibu dan tenaga medis agar mengedukasi diri dengan pengetahuan yang cukup soal kebutuhan bayi. Jalan lainnya juga dengan berusaha mencari donor ASI dari ibu yang lebih mampu.
Apa yang menimpa Landon menjadi pelajaran hidup yang penting bagi Julian, sehingga ia mulai membekali diri dengan segudang pengetahuan sebelum memutuskan untuk hamil lagi.
Kami juga menghimbau agar para ibu selalu aktif mencari informasi kesehatan terkait bayi dan proses menyusui.